Minggu, 08 Desember 2013

Hukum Penggunaan Jimat Dan Mantra



Disebutkan dalam Shohih Muslim ‘Aauf ibn Malik berkata: “Kami biasa meruqyah pada masa jahiliyah. Kemudian kami mengadu pada Rosulullah Saw. Wahai Rosulullah,bagaimana pendapat engkau tentang itu? Nabi meminta penjelasan,perlihatkanlah padaku ruqyah (jimat) kalian?tidak apa-apa menggunakan ruqyah selagi tidak ada syirik.” Lanjut beliau.

Dalam riwayat Jabir,Nabi melarang ruqyah. Lalu keluarga ‘Umar ibn Hazm datang untuk mengadukan jimat yang biasa dipakai untuk penawar bisa kalajengking. Lalu menghaturkan bentuk jimatnya. Nabi Saw bersabda: “Aku tidak memandangnya membahayakan. Bagi orang yang mampu memberi manfaat pada saudaranya,hendaknya ia memberi manfaat.”
Teks asli keterangan diatas dalam kitab “Fath al-Bary Syarah Shohih Bukhori” karangan Imam Ahmad ibn ‘Ali ibn Hajar al-‘Atsqolani sebagai berikut:

ففي صحيح مسلم من حديث عوف بن مالك قال كنا نرقى في الجاهلية فقلنا يا رسول الله كيف ترى في ذلك فقال اعرضوا علي رقاكم لابأس بالرقى مالم يكن فيه شرك وله من حديث جابر نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الرقي فجاء آل عمرو بن حزم فقالوا يا رسول الله إنه كانت عندنا رقية نرقى بها من العقرب قال فعرضوا عليه فقال ما أرى بأسا من استطاع أن ينفع أخاه فلينفعه

Kekhawatiran Nabi Saw terhadap pemakaian magis memang beralasan. Sebab bangsa Arab Jahiliyah menganggap tama’im (jimat yang dikalungkan) dan  halaqoh (jimat pegangan) bisa melindungi dari mata jahat,menjaga dari sial dan manfaat-manfaat lain. Mantra-mantra digunakan untuk ritual memanggil jin,mencampur aduk antara asma Allah dengan nama-nama syaithon. Untuk kemudian meyakini benda-benda magis dan mantra ajaib itu mempunyai tuah dengan sendirinya,dengan mengesampingkan Allah Swt. Oleh sebab itu Nabi berkata “A’ridlu...(perlihatkan padaku).” Pendek kata,jika tidak ada kekhawatiran terjerumus dalam syirik maka pemakaian benda-benda magis dan semacamnya diperbolehkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar