Disebutkan dalam Shohih Muslim ‘Aauf ibn Malik
berkata: “Kami biasa meruqyah pada masa jahiliyah. Kemudian kami mengadu pada
Rosulullah Saw. Wahai Rosulullah,bagaimana pendapat engkau tentang itu? Nabi
meminta penjelasan,perlihatkanlah padaku ruqyah (jimat) kalian?tidak
apa-apa menggunakan ruqyah selagi tidak ada syirik.” Lanjut beliau.
Dalam riwayat Jabir,Nabi melarang ruqyah. Lalu keluarga
‘Umar ibn Hazm datang untuk mengadukan jimat yang biasa dipakai untuk penawar
bisa kalajengking. Lalu menghaturkan bentuk jimatnya. Nabi Saw bersabda: “Aku
tidak memandangnya membahayakan. Bagi orang yang mampu memberi manfaat pada
saudaranya,hendaknya ia memberi manfaat.”
Teks asli keterangan diatas dalam kitab “Fath al-Bary
Syarah Shohih Bukhori” karangan Imam Ahmad ibn ‘Ali ibn Hajar al-‘Atsqolani
sebagai berikut:
ففي صحيح مسلم من حديث عوف بن مالك قال كنا نرقى في الجاهلية فقلنا يا
رسول الله كيف ترى في ذلك فقال اعرضوا علي رقاكم لابأس بالرقى مالم يكن فيه شرك
وله من حديث جابر نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الرقي فجاء آل عمرو بن حزم
فقالوا يا رسول الله إنه كانت عندنا رقية نرقى بها من العقرب قال فعرضوا عليه فقال
ما أرى بأسا من استطاع أن ينفع أخاه فلينفعه
Kekhawatiran Nabi Saw terhadap pemakaian magis memang
beralasan. Sebab bangsa Arab Jahiliyah menganggap tama’im (jimat
yang dikalungkan) dan halaqoh (jimat
pegangan) bisa melindungi dari mata jahat,menjaga dari sial dan manfaat-manfaat
lain. Mantra-mantra digunakan untuk ritual memanggil jin,mencampur aduk antara
asma Allah dengan nama-nama syaithon. Untuk kemudian meyakini benda-benda magis
dan mantra ajaib itu mempunyai tuah dengan sendirinya,dengan mengesampingkan
Allah Swt. Oleh sebab itu Nabi berkata “A’ridlu...(perlihatkan padaku).” Pendek
kata,jika tidak ada kekhawatiran terjerumus dalam syirik maka pemakaian
benda-benda magis dan semacamnya diperbolehkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar